Mengenai Saya

Foto saya
seorang pendosa yang 100% ingin rutin menghamba kpd Alloh,dan semoga dibisakan RUTINITAS melaksanakan hak-haknya Alloh.amin

ASSALAMUALAIKUM wr wb

WELCOME,SELAMAT DATANG,SUGENG RAWUH.


MONGGO.........SILAHKAN...





TANYA JAWAB


Tanya

“Apakah Sholawat Wahidiyah itu……?”

Jawab

Sholawat Wahidiyah adalah seluruh rangkaian do’a-do’a Sholawat yang tertulis didalam lembaran Sholawat Wahidiyah, termasuk cara-cara dan adab-adab pengamalannya, bacaan-bacaan dan segala isi kandungan yang terdapat didalamnya, termasuk bacaan surat Al-Fatihah penutup.

Tanya

“Apa faidah Sholawat Wahidiyah”…….?

Jawab

Sholawat Wahidiyah berfaidah antara lain dan terutama untuk menjernihkan hati, menenangkan batin dan menentramkan jiwa serta meningkatkan daya ingat sadar / ma’rifat kepada Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa Wa Rosulihi SAW”.

Tanya

“Bagaimana bacaan Sholawat Wahidiyah”……..?

Jawab

Bacaan Sholawat Wahidyah adalah meliputi bacaan Fatihah dan Sholawat atas Nabi SAW serta do’a-do’a yang menjadi rangkaian amalan Sholawat Wahidiyah dengan bilangan yang sesuai dengan lembaran Sholawat Wahidiyah.
Tanya

“Bagaiamana tata cara pengamalan Sholawat Wahidiyah………?”

Jawab

Tata cara pengamalannya;

1. Harus niat semata-mata mengabdikan diri (beribadah) kepada Alloh SWT dengan ikhlas tanpa pamrih, serta memuliakan dan mencintai Nabi Besar Muhammad SAW. Maka supaya merasa benar-benar berada di hadapan Beliau SAW (istihdlor), dengan adab sepenuh hati, Ta’dzim (memuliakan) mahabah (mencintai) semurni-murninya.

2. Diamalkan selama 40 (empat puluh) hari berturut-turut. Setiap hari sedikitnya menurut bilangan yang tertulis diatas dalam sekali duduk (satu kali kesempatan). Boleh di pagi, sore, atau malam hari. Boleh juga selama 7 (tujuh) hari berturut-turut, namun bilangannya dilipatkan sepuluh kali. Setelah selesai 40 atau 7 hari, pengamalannya supaya diteruskan. Bilangannya bisa dikurangi sebagian atau seluruhnya, namun lebih utama jika diperbanyak. Boleh diamalkan secara perorangan, namun berjama’ah bersama keluarga dan masyarakat sekampung sangat dianjurkan. Wanita yang sedang udzur bulanan cukup membaca Sholawatnya saja tanpa membaca fatihah. Demikian juga FAFIRRU ILALLOH dan WAQULJA…..” boleh dibaca, karena yang dimaksud disini adalah sebagai do’a (berniat membaca do’a).

3. Yang belum bisa membaca SHOLAWAT WAHIDIYAH secara keseluruhan, boleh membaca bagaian-bagian mana yang sudah bisa dibaca lebih dahulu. Misalnya; membaca fatihah saja, atau membaca YAA SAYYIDII YAA ROSULALLOH yang diulang berkali-kali selama kira-kira sama waktunya jika mengamalkan Sholawat Wahidiyah secara lengkap, yaitu lebih kurang 30 menit. Kalaupun belum mungkin boleh hanya berdiam saja selama waktu yang sama, dengan memusatkan hati dan perhatian (berkonsentrasi) kepada Alloh SWT dan memuliakan serta menyatakan rasa cinta semurni-murninya dengan merasa istihdlor di hadapan Junjungan kita Rosululloh SAW.

Tanya

“Apa dasar pengamalan Sholawat Wahidiyah selama 40 atau 7 hari….?”

Jawab

Batasan 40 atau 7 hari pengamalan Sholawat Wahidiyah adalah mengikuti / itba’ kepada beliau Rosul SAW dalam tachanus (beraudensi) dalam gua Qiro’ selama 40 hari. Dan dalam kitab Shoheh Bukhori juz 4 disebutkan bahwasannya paling sedikitnya kholwah (audensi) yang pertama adalah 3 hari, kemudian 7 hari, kemudian 1 bulan sesuai dengan jejak nabi SAW. Adapun 40 hari adalah keseluruhan hari yang dicapai Nabi SAW dalam gua Qiro’.

Nabi SAW bersabda :

“Tidak ada seorang hamba yang ikhlas mengerjakan amal karena Alloh selama 40 hari kecuali akan muncul pancaran nur-nur hikmah dari hati sampai ke lisannya”. (HR. Ibnul Addy dan Ibnul Juuzy dari Abi Musa Al-Asyary).

“Kesempurnaan ribad (pertalian/persambungan) itu selama 40 hari”.

Alloh berfirman :

“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberi Taurat) sesudah berlaku waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam”. (Al-A’rof 142).

Tanya

“Apakah Sholawat Wahidiyah boleh diamalkan oleh siapa saja……?”

Jawab

Sholawat Wahidiyah dan ajarannya boleh diamalkan oleh siapa saja; baik laki-laki, perempuan, tua, muda dan sebagainya. Karena Sholawat Wahidiyah dan ajarannya telah diijazahkan secara umum dan mutlak oleh muallifnya (penyusun) yaitu Al Mukarrom Romo Kyahi Hajji Abdoel Madjid Ma’roef untuk diamalkan oleh siapa saja tanpa pandang bulu dan golongan. Maka barangsiapa yang telah mendapatkan Sholawat Wahidiyah dari manapun, boleh diamalkannya, bahkan sangat dianjurkan untuk disebar luaskan kepada masyarakat luas tanpa pandang bulu dengan ikhlas tanpa pamrih dan dengan bijaksana.

Tanya

“Apakah Sholawat Wahidiyah itu mempunyai sanad mutasil sebagaimana Thoriqoh Mu’tabaroh yang ada gurunya dari ahli silsilah…..?”

Jawab

Sesungguhnya Sholawat atas Nabi SAW dengan shiqot (bentuk) apapun adalah bisa sampai kepada Alloh SWT tanpa melalui guru dan sanad. Karena Sholawat itu langsung dihaturkan kepada Beliau Nabi SAW tanpa melalui perantara. Maka orang yang membaca Sholawat Wahidiyah tidak membutuhkan tawasul kepada selain Nabi SAW. Berbeda dengan selain Sholawat; seperti beberapa dzikir. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syeh Ahmad As-Showi dalam kitab Hasyiyah Tafsir jalalain juz 2, hal 123, bab Al-Ahzab berbunyi :

“Secara umum Sholawat atas Nabi SAW itu sampai lansung kepada Alloh SWT tanpa melalui seorang guru, karena Syeh (guru) dan sanad di dalam Sholawat adalah pemilik Sholawat itu sendiri (Nabi SAW), dan Sholawat itu dihaturkan lansung dihadapan Beliau SAW dan Alloh membalas Sholawat pula kepada orang yang membacanya. Berbeda dengan selain Sholawat; seperti beberapa dzikir, maka wajib di dalam dzikir itu ada seorang guru yang Arif Billah, dan apabila tidak ada gurunya, maka gurunya adalah Syaithon dan dzikirnya tidak membawa manfa’at”.

Tanya

“Apakah ada dalil khusus yang berkaitan dengan Sholawat Wahidiyah…..?”

Jawab

Tidak ada di dalam Al-Qur’an dan semua hadist ma’na mutlak Sholawat atas Nabi SAW. Maka membaca Sholawat kepada Rosul SAW dengan do’a Sholawat yang mana saja mutlak diterima; baik Sholawat yang waridah dari Nabi sendiri (yaitu yang disebut Sholawat ma’tsuroh), maupun yang susunan redaksinya dicipta oleh para Ulama (yaitu Sholawat yang disebut Sholawat ghoiru Ma’tsuroh). Misalnya: Sholawat Nariyah,Sholawat Munjiyat, Sholawat badar, dan termasuk pula Sholawat Wahidiyah. Sebab perintah membaca Sholawat-Salam yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW yang berbunyi :

ياايها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما (الاحزاب)

وفى الخبر: من صلى علي صلاة صلى الله عليه عشرا (رواه مسلم)

Para ahli Tafsir dan para Ulama yang lain belum pernah membuat ketentuan bahwa hanya Sholawat ma’tsuroh saja yang harus dibaca. Oleh sebab itu barangsiapa yang membaca Sholawat atas nabi SAW dengan shigot (bentuk) sholawat apa saja, ia benar-benar menghasilkan kebaikan yang agung dan berhak mendapat balasan yang dijanjikan sebagaimana dalam hadist Nabi SAW.

Adapun perbedaan Sholawat Wahidiyah dengan Sholawat- Sholawat yang lain, ialah: bahwa Sholawat Wahidiyah disertai ajaran tauhid dan ma’rifat dengan cara yang praktis dan positif.

Tanya

“Apakah Sholawat Wahidiyah mempunyai ajaran sendiri..…?”

Jawab

TIDAK..!. Karena yang dimaksud ajaran Wahidiyah adalah bimbingan praktis lahiriyah dan batiniyah didalam mengamalkan dan menerapkan tuntunan Rosululloh SAW mencakup bidang Syari’at dan Haqiqoh meliputi iman, pelaksanaan islam, perwujudan ihsan dan pembentukan Akhlaqul Karimah.

Adapun rumusan pokok-pokok bimbingan ajaran Wahidiyah yaitu :

1. Lillah Billah.

2. Lirrosul Birrosul.

3. Yu’ti Kulla Dzi Haqqin Haqqoh.

4. Taqdimul Aham Fal Aham tsumal Anfa’ Fal Anfa’.

Dan ajaran ini ajaran yang berdasarkan Qur’an, Hadist SAW serta Ijma’ para Ulama’ Salafus Sholihin.

LILLAH artinya: segala perbuatan apa saja lahir maupun batin; baik yang hubungan langsung kepada Alloh Wa Rosulihi SAW, maupun yang hubungan di dalam masyarakat, bahkan dalam hubungan dengan sesama makhluk, baik kedudukan hukumnya wajib, sunah atau mubah, asal bukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh, bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakannya supaya disertai niat beribadah mengabdikan diri kepada Alloh dengan ikhlas tanpa pamrih !. Lillahi Ta’ala. Baik pamrih ukhrowi, lebih-lebih pamrih duniawi.

BILLAH artinya dalam segala kehidupan, gerak gerik kita atau perbuatan atau tindakan apa saja lahir batin, dimanapun dan kapanpun, supaya dalam hati senantiasa merasa bahwa yang menciptakan dan menitahkan serta menggerakkan itu semua adalah Alloh Maha pencipta. Jangan sekali-kali mengaku atau merasa bahwa kita mempunyai kemampuan sendiri.

Ini mutlak, dalam segala hal supaya merasa begitu. Baik dalam keadaan ta’at maupun ketika ma’siat, harus merasa Billah !. tanpa kecuali !. ini harus kita sadari !. karena sifat ma’ani dan ma’nawi adalah sifat wajib bagi Alloh dan muchal –tidak mungkin- bagi makhluk. Alloh berdiri sendiri, tidak membutuhkan dzat yang mendirikan, dan segala sesuatu selain Alloh adalah qooimun (berdiri) dengan Alloh (Billah). Maka tidak ada sesuatu di dalam wujud ini yang berdiri dengan dirinya sendiri kecuali hanya Alloh yang punya sifat Al-Chayyu Al-Qoyyum, berdiri dengan Dzat-Nya sendiri. Segala sesuatu yang hadist (baru) di alam semesta ini adalah perbuatan dan ciptaan Alloh. Tidak ada pencipta dan pembuat perkara baru kecuali hanya Alloh.

Lirrosul yaitu niat ta’at dan mengikuti tuntunan Rosul SAW. Asal, bukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh, bukan perbuatan yang merugikan.

Pengertian mengikuti itu ada dua. Pertama, mengikuti aqwaal (ucapan). Kedua, mengikuti af’al (perbuatan). Mengikuti ucapan adalah mengikuti apa yang diperintahkan matbu’ (orang yang diikuti) meliputi; perintah, larangan dan tarqib (motivasi/dorongan). Sedangkan mengikuti amal perbuatan adalah mengikuti semua amal-amal dan tatakrama Nabi SAW, selain perkara yang sudah menjadi sifat khusu Nabi SAW menurut ketetapan dalil, maka pada perkara khusus itu tidak ada perintah mengikuti.

Adapun mengikuti pada perintah ada tiga; Wajib, sunah dan jawaz. Mengikuti perintah wajib adalah mengerjakan semua kewajiban seperti; sholat lima waktu dan menjauhi semua larangan yang diharamkan seperti; minum khomer. Sedangkan mengikuti perintah sunah adalah mengerjakan perkara yang disunahkan seperti; sholat sunah sesudah sholat fardhu serta menjauhi perkara yang dimakruhkan seperti; meninggalkan perkara-perkara yang disunahkan dalam sholat. Adapun mengikuti perintah jawaz (boleh dikerjakan, boleh tidak) adalah mengerjakan semua perkara yang diperbolehkan seperti; makan dan minum.

Adapun mengikuti meninggalkan larangan ada dua; haram dan makruh. Mengikuti meninggalkan larangan haram seperti; zina dan minu khomer. Mengikuti meninggalkan larangan makruh seperti; makan dan minum sambil berdiri.

Sedangkan mengikuti pada tarqib (motivasi/dorongan) terbagi dua; yaitu dorongan dalam melakukan keta’atan dan dorongan dalam meninggalkan ma’siat. Adapun mengikuti dorongan kata’atan seperti; senang dengan pahala, surga dan menambah nilai ta’at. Sedangkan mengikuti dorongan meninggalkan ma’siat seperti; menyadari adanya ancaman dan siksa atas perbuatan ma’siat.

Semua perbuatan mengikuti tersebut diatas bisa bernilai ibadah apabila ada niat mengikuti tuntunan Rosul SAW. Dan apabila tidak ada niat seperti itu, maka tidak akan bernilai ibadah, meskipun ada amal yang terkadang dinilai syah tanpa niat seperti; adzan dan membaca Al-Qur’an sebagaimana syahnya meninggalkan ma’siat tanpa niat, namun semua itu tidak bernilai ibadah dan tanpa pahala.

BIRROSUL adalah penyaksian amal perbuatan yang diridloi Alloh dan Rosul-Nya serta menyadari semua ni’mat lahir batin yang dirasakan; baik ni’mat beragama, ni’mat di dunia maupun di akhirat adalah sebab perantaraan, syafa’at dan bimbingan Rosul SAW. Maka disamping penerapan Billah seperti diatas harus menerapkan Birrosul. Akan tetapi tidak mutlak dan menyeluruh seperti Billah. Melainkan terbatas dalam so’al-so’al yang tidak dilarang oleh Alloh dan Rosul-Nya. Jadi dalam segala hal apapun, segala gerak gerik kita lahir batin, asal bukan hal yang dilarang, disamping sadar Billah kita supaya merasa bahwa semuanya itu mendapat jasa dari Rosul SAW.

Yu’ti Kulla Dzi Haqqin Haqqoh adalah memenuhi segala macam kewajiban yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya tanpa menuntut hak, atau memberikan hak kepada yang mempunyai hak yang sudah menjadi kewajibannya. Dan ini yang dinamakan adil, karena adil meurut Imam Qhozali adalah “memberikan hak kepada yang mempunyai hak”.

Taqdimul Aham Fal Aham Tsummal Anfa’ Fal Anfa’ adalah mendahulukan yang paling penting, kemudian yang paling besar manfa’atnya. Ketika memberikan hak-hak yang tidak mungkin bisa dilakukan bersamaan, maka hendaknya mendahulukan yang lebih aham (lebih penting). Jika sama-sama pentingnya, maka didahulukan yang lebih banyak manfa’atnya; yaitu manfa’at menurut Alloh, Rosul SAW, manusia dan seluruh makhluk; manfa’at agama, dunia maupun akhirat.




Jumat, 01 Oktober 2010

KH.Abdul Madjid QS. Wa RA. MUALIF SHOLAWAT WAHIDIYA






BIOGRAFI MU’ALLIF SHOLAWAT WAHIDIYAH


I. Kelahiran dan masa Kanak-kanak

KH. Abdul Madjid QS. Wa RA. Lahir dari pernikahan Syekh Mohammad Ma’roef pendiri pondok pesantren Kedunglo dengan Nyai Hasanah putri Kyai Sholeh Banjar Melati Kediri.

KH. Abdul Madjid QS. Wa RA, lahir pada hari Jum’at Wage malam 29 Ramadhan 1337 H atau 20 Oktober 1918 sebagai putra ke tujuh dari sembilan bersaudara. Beliau lahir di tengah pesantren yang luas dan sepi dikelilingi rawa-rawa dengan jumlah santri yang tidak pernah lebih dari empat puluh orang yaitu KEDUNGLO.

Ketika masih baru berusia dua tahun oleh bapak ibunya, beliau dibawa pergi haji ke Mekkah Al Mukaromah. Di Mekkah, setiap memasuki jam dua belas malam Kyai Ma’roef selalu menggendong beliau ke Baitulloh dibawah Talang Mas. Di sana Kyai Ma’roef berdoa agar bayi yang berada dalam gendongannya kelak menjadi orang besar yang sholeh hatinya. Begitu juga di tampat-tempat mustajabah lainnya. Kyai Ma’roef selalu mendoakan beliau agar menjadi orang yang sholeh.

Konon selama berada di Mekkah, beliau juga di khitan disana dan akan diambil anak oleh salah seorang ulama Arab dan disetujui oleh Kyai Ma’roef, tatapi Nyai Hasanah keberatan sehingga beliau tetap dalam asuhan kedua orang tuanya.

Cerita bahwa beliau akan diangkat sebagai anak oleh ulama Mekkah memunculkan sebuah ungkapan “Kalau bukan karena Kyai Madjid maka Sholawat Wahidiyah tidak akan lahir, dan kalau bukan karena Nyai Hasanah Sholawat Wahidiyah tidak akan lahir di bumi Kedunglo”.

Sepulang dari Mekkah, muncul kebiasaan unik pada diri beliau, Beliau yang masih dalam usia tiga tahun (balita), hampir di setiap kesempatan berkata, “Qul dawuha siro Muhammad” sambil meletakkan kedua tangannya diatas kepala. Kebiasaan semacam itu terus berlangsung hingga beliau memasuki usia tujuh tahun.

Kebiasaan lain beliau semasa kanak-kanak adalah suka menyendiri, kurang suka bergaul dan sangat pendiam, beliau hanya mau bermain dengan mbak Ayunya Romlah dan mbak Ayunya ini pula yang mengajari beliau baca tulis Al qur’an untuk pertama kali.

Sifat pendiam dan tidak suka memamerkan keistimewaan yang dimiliki terus dibawa beliau hingga memasuki usia remaja. Karena sifat pendiam beliau inilah hingga tidak ada yang tahu keistimewaan-keistimewaan beliau di masa kanak-kanak dan remajanya.

Walaupun secara lahiriyah tidak tampak istimewa dibanding dengan Gus Malik adiknya yang pandai dan sering menampakkan kekeramatannya. Dan Gus Malik pula yang bertindak sebagai wakil ayahnya apabila Kyai Ma’roef tidak ada atau sedang berhalangan, hingga tidak sedikit yang menyangka bahwa Gus Malik lah calon penerus Kyai Ma’roef. Akan tetapi pada hakikatnya, Kyai Ma’roef telah mempersiapkan Agus Madjid sebagai penggantinya sejak beliau baru di lahirkan. Terbukti, meski masih berusia dua tahun, ayahnya telah membawa pergi haji. Padahal kita semua tahu bagaimana kondisi transportasi dan akomodasi jamaah haji di tahun 1920-an. Sungguh sulit, penuh rintangan dan melelahkan belum lagi kondisi cuaca alam tanah Arab yang berbeda jauh dari kondisi di Indonesia, dan itu ditempuh berbulan-bulan lamanya.

Bukti lain bahwa beliau dipersiapkan sebagai calon pengganti ayahnya, adalah setiap mendekati bulan haji. Kyai Ma’roef selalu kedatangan tamu dari kalangan Sayyid dan Sayyidah dari jazirah Arab. Saat itulah, sambil menggendong Agus Madjid, Nyai Hasanah berkata kepada tamunya,”Niki ndoro Sayyid yugo kulo njenengan suwuk, dados tiyang ingkang sholeh atine.” (ini tuan Sayyid, doakan anak saya agar menjadi orang yang sholeh hatinya).

Pernah suatu hari saat Kyai Ma’roef sedang bepergian, datang seorang Habib hendak bersilahturrahmi. Karena Kyai Ma’roef tidak ada, si tamu minta dipanggilkan Agus Madjid katanya mau didoakan. Karena Agus Madjid sedang bermain dan belum mandi, maka abdi dalem membawa Gus Malik yang sudah rapi untuk menemui tamu tersebut. “Wah, ini bukan Agus Madjid, tolong bawa Agus Madjid kemari!” kata si habib kepada abdi dalem.

II. Pada Masa Remaja

Memasuki usia sekolah, beliau sekolah di Madrasah Ibtida’iyah namun hanya sampai kelas dua. Selanjutnya, Kyai Ma’roef mengantar beliau mondok ke Jamsaren Solo pada Kyai Abu Amar. Genap tujuh hari di Jamsaren. Beliau dipanggil gurunya disuruh kembali ke Kedunglo “Wis Gus panjenengan kondur!”, sambil dititipi surat agar disampaikan kepada ayahnya. Beliau menuruti perintah Kyai Abu Amar meski dengan pikiran penuh tanda tanya kembali ke Kediri. Setiba di rumah, ternyata ayahnya yang mengantarkan beliau mondok masih belum kembali sementara yang diantarkan sudah kembali.

Terdorong akan jiwa muda yang ingin menimba ilmu pengetahuan. Beliau kemudian mondok ke Mojosari Loceret Nganjuk. Namun setelah hari ke tujuh beliau dipanggil Kyai Zainudin gurunya. “Gus sampeyan sampun cukup, mboten usah mondok kundor mawon, wonten dalem kemawon”. (Gus anda sudah cukup, tidak usah mondok pulang saja, di rumah saja). Beliau pun kembali pulang ke Kediri dan matur kepada ayahnya kalau gurunya tidak bersedia memberinya pelajaran.

“Wis kowe tak wulang dewe, sak wulan podho karo sewu wulan”. (Kalau begitu kamu saya ajari sendiri, satu bulan sama dengan seribu bulan). Ujar Kyai Ma’roef.

Maka setelah empat belas hari mondok di Jamsaren dan Mojosari, gurunya adalah ayahnya sendiri Kyai Ma’roef yang telah mewarisi ilmu Kyai Kholil dari Bangkalan. Oleh ayahnya setiap selesai sholat Maghrib beliau diajari aneka macam ilmu yang diajarkan dipondok pesantren maupun ilmu yang tidak diajarkan di pondok pesantren. Sehingga Kyai Ma’roef pernah berkata kepada adik Gus Madjid “Madjid itu tidak kalah dengan anak pondokan”.

Tak heran kalau pada akhirnya beliau tumbuh sebagai pemuda yang sangat alim dan wara’. Ibarat padi semakin tinggi ilmunya beliau semakin tawadhu dan pendiam sehingga siapapun tidak pernah menyangka kalau di balik kediamannya tersimpan segudang ilmu pengetahuan dan sejuta keistimewaan. Tapi, itulah keistimewaan beliau yang tidak pernah menunjukkan keistimewaan dan karomah-karomahnya kepada sesamanya.

III. Masa Dewasa

a. Pernikahan

Ketika berusia 27 tahun dan hampir menguasai seluruh ilmu ayahnya, beliau semakin tampak dewasa dan matang. Tidaklah heran jika banyak gadis yang mengidamkan beliau. Karena disamping beliau dikenal sebagai putra kyai yang masyur dan makbul doanya, beliau adalah sosok pemuda alim berwajah tampan nan rupawan bagaikan rembulan.

Namun dari sekian gadis, pitri-putri yang mendambakan dipersunting beliau, akhirnya pilihannya jatuh pada gadis bernama Shofiyah yang baru berusia 16 tahun putri K. Moh. Hamzah dengan Umi Kulsum, buyut KH. Mansyur pendiri kota Tulung Agung yang mendapat tanah perdikan dari Sultan Hamengkubuwono II karena telah berhasil mengeringkan sumber Tulung Agung dan kini menjadi alun-alun kota Tulung Agung.

Semula, beliau dijodohkan dengan sepupunya sendiri yaitu “Nyai Zainap” putri KH. Abdul Karim Manaf dari Lirboyo (yang akhirnya dinikahi oleh KH. Mahrus Lirboyo). Tetapi saat ditawari akan dinikahkan dengan saudara sepupunya yang cantik dan pintar itu beliau hanya diam saja. Meski tidak mendapat jawaban yang pasti dari beliau, antar pihak Kedunglo dan Lirboyo sepakat akan menikahkan keduanya.

Kemudian diselenggarakan upacara akad nikah putra dan putri kyai yang masih kerabat dekat dan sama-sama pernah menjadi santri Kyai Kholil Bangkalan ini, dengan menyembelih lima ekor kambing.

Tetapi entah kenapa, ketika Pak Naib meng-akid, calon pengantin putra hanya diam saja tidak menjawab. Berkali-kali Pak Naib mengucapakan ijab tetapi tidak mendapat jawaban qobul dari Agus Madjid. Maka mengertilah bahwa beliau tidak mau dinikahkan dengan Nyai Zainab saudara sepupunya tersebut.

Setelah pernikahan antar kerabat tersebut batal, beliau ditawari kembang dari Tawangsari kota Tulung Agung oleh Yusuf santri ayahya yang tidak lain adalah paman si gadis. Beliau setuju dan melihat si gadis tersebut sedang memetik beberapa kuntum bunga Melati dari balik jendela di bawah menara masjid. Si gadis itu tidak lain adalah Nyai Shofiyah putri ke tujuh dari dua belas bersaudara.

Pernikahan antara Kyai Abdul Madjid dengan Nyai Shofiyah dikaruniai empat belas anak, yaitu : Ning Unsiyati (Almh), Ning Nurul Isma, Ning Khuriyah(Almh), Ning Tatik Farikhah, Agus Abdul Latif, Agus Abdul Hamid, Ning Fauziah(Almh), Ning Djauharotul Maknunah, Ning Istiqomah, Agus Moh.Hasyim Asy’ari(Alm), Ning Tutik Indiyah, Agus Syafi Wahidi Sunaryo, Ning Khuswatun Nihayah dan Ning Zaidatun Inayah.

b. Kepribadian dan Kehidupan Berumah Tangga

Beliau mempunyai kepribadian yang sangat mempesona. Menurut penuturan orang-orang yang hidup sejaman beliau, akhlak Mbah Yahi Abdul Madjid QS wa RA adalah biakhlaqi Rasulillah. Berbadan sedang dengan warna kulit putih bersih. Berhidung mancung agak tumpul dan berbibir bagus agak lebar dengan garis bibir tidak jelas yang menunjukkan bahwa beliau mempunyai tingkat kesabaran yang luar biasa. Matanya cekung dengan kelopak dan pelipis mata ke dalam bak gua menunjukkan bahwa beluai seorang yang mempunyai pemikiran yang tajam dan dalam. Di antara kedua matanya terdapat urat halus dan lurus sebagai pertanda beliau Mbah Yahi Madjid mempunyai otak briliyan. Tangannya halus dan lembut selembut hatinya yang pemaaf. Kalau berjalan beliau melangkah dengan pelan tapi pasti dengan sorot mata mengarah kebawah. Terkadang beliau juga menoleh ke kanan/ke kiri untuk melihat situasi dan keadaan jamaah.

Kalau bicara tenang dan santai disertai senyum, beliau juga sering melontarkan kalimat-kalimat canda yang membuat beliau dan tamunya tertawa. Beliau juga bebicara dengan jawami’ kalam, artinya kata-kata yang dituturkannya mengandung makna yang banyak, karena beliau mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu dengan ringkas dan padat. Beliau juga mampu memberikan makna yang banyak dalam satu ucapan yang dituturkannya. Beliau juga mengucapkan kata-kata dengan jelas, tidak lebih dan tidak kurang dari yang dikehendaki. Beliau memperhatikan sungguh-sungguh kepada orang yang berbicara dengannya.

Disamping itu beliau dikenal sangat dermawan. Tak jarang tamunya yang sowan dan tampak tidak punya ongkos buat pulang diberi ongkos oleh beliau. Pernah juga beliau memberi belanja kepada seorang pengamal yang tidak punya penghasilan. Ada pula seorang pengamal yang ingin tahu keramatnya beliau, ketika si tamu pamit pulang beliau memberikan jubahnya kepada si tamu tersebut.

Beliau sangat memperhatikan kebersihan dan kesucian badannya. Baju yang telah dipakai sekali tidak di pakai lagi. Karena tidak heran kalau beliau sering mencuci pakaiannya sendiri bahkan juga menguras jedingnya sendiri. Dalam masalah ini beliau pernah mengungkapkan rumah itu hendaknya suci seperti masjid dan bersih seperti rumah sakit.

Bila marah, beliau Cuma diam. Hanya roman mukanya yang sedikit berubah. Kalau beliau mau berbicara pertanda bahwa marahnya sudah hilang dan seperti tidak terjadi apa-apa. Perihal marah ini Mbah Nyahi sebagai orang terdekat yang telah menemani beliau lebih dari 40 tahun menuturkan. “Kalau beliau kurang berkenan kepada saya, atau ada kesalahan yang telah saya lakukan tetapi saya kurang menyadarinya, beliau hanya diam saja dengan roman muka sedikit berubah tidak seperti biasanya. Kalau Mbah Yahi sudah demikian, saya bingung dan sedih sekali. Begitu besarkah kesalahan saya di mata beliau? kemudian satu persatu saya koreksi kesalahan apa yang telah saya lakukan sehingga beliau tidak menegur saya. Semakin saya koreksi, saya merasakan terlalu banyak kesalahan yang telah saya perbuat sehingga saya tidak tahu dimana letak kesalahan saya sendiri. Namun itu tidak berlangsung lama, sebentar kemudian beliau menegur saya dan selanjutnya seperti tidak pernah terjadi apa-apa.”

Dari sini kita tahu bahwa kehidupan rumah tangga beliau jauh dari perselisihan dan tidak pernah terjadi pertengkaran. Kalaupun ada kesalahan yang telah dilakukan, masing-masing sibuk mengkoreksi kesalahannya sendiri. Itulah Mbah Yahi, yang sering berfatwa agar para pengamal lebih sering “nggrayahi jithoke dewe” (mengoreksi kesalahannya sendiri), ketimbang mengurusi kesalahan orang lain dan ternyata lebih dulu diterapkan pada keluarga beliau.

Kehidupan rumah tangga beliau adalah potret kehidupan rumah tangga harmonis dan sangat bahagia. Sebagai suami, beliau adalah sosok suami yang romantis, amat setia, mencintai dan menyayangi istri sepenuh hati. Meski sebagai putra kyai, beliau tidak segan-segan menghibur istrinya dengan mengajak menonton pasar malam seraya menggandeng tangan Mbah Nyahi bahkan beliau juga menggendong Mbah Nyahi apabila menjumpai jalan yang licin atau kubangan-kubangan di tengah jalan. “Kalau kami jalan berdua, Mbah Yahi itu tidak pernah melepaskan tangan saya. Beliau selalu menggandeng tangan saya. Kemana-mana selalu kami lakukan berdua. Bahkan untuk mencari hutangan kalau kami tidak punya uang, kami mencari bersama-sama”. Tutur Mbah Nyahi saat menceritakan kemesraan Mbah Yahi.

Dalam kehidupan sehari-hari Mbah Yahi Madjid QS wa RA, sebagaimana yang dikatakan Mbah Nyahi RA, beliau adalah manusia biasa seperti manusia lainnya. Beliau mencuci baju sendiri dan kerap kali mencucikan baju Mbah Nyahi atau baju putra-putrinya yang tertinggal di kamar mandi pribadi beliau. Beliau selalu membantu Mbah Nyahi menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Kalau Mbah Nyahi akan memasak sayur santan, beliau yang memarut kelapanya dan Mbah Nyahi yang membuat bumbunya. Beliau juga membantu mengasuh putra-putrinya yang masih kecil-kecil, memandikan, mendandani bahkan menyuapi.

Kalau persediaan padi hasil panenan habis, beliau memanen sayuran kangkung yang beliau tanam sendiri, lalu di jual ke pasar oleh Mbah Nyahi untuk dibelikan beras. Tak jarang beliau sekeluarga hanya makan sayur kangkung saja. Dalam kehidupan rumah tangga Mbah Yahi dulu, tidak mempunyai apa-apa sama sekali sudah biasa. Dan kondisi semacam itu diterima dengan tabah, sabar dan ikhlas oleh Mbah Nyahi.

Melihat kondisi Mbah Yahi sekeluarga yang sangat sederhana dan apa adanya tersebut. Pak Haji Alwan merasa kasihan dan berkata kepada Mbah Yahi, “Romo Kyai Ma’roef itu orangnya ampuh dan apa-apa yang beliau inginkan, Kyai Ma’roef tinggal berdo’a mohon keapada Allah langsung diijabahi”. Tapi apa jawab Mbah Yahi.

“Pak Haji Alwan, kalau bapak dulu dengan berdoa langsung diijabahi oleh Allah, sedangkan saya ndak usah berdoa, hanya krenteg(terbetik) dalam hati saja langsung diijabahi oleh Allah, tapi saya tidak mau”.

Jawaban Mbah Yahi QS wa RA di atas mengingatkan kita kepada Rasulullah SAW, saat Malaikat Jibril merasa sangat prihatin menyaksikan kehidupan harian Rasulullah makhluk terkasih di sisi Allah yang hidup sangat sederhana, sehingga Malaikat Jibril menawari Rasulullah hendak mengubah gunung menjadi emas. “Biarlah saya begini, sehari lapar sehari kenyang. Ketika aku lapar , aku bisa mengingat Tuhanku dan menjadi orang yang sabar. Dan ketika aku kenyang, aku bisa memuji Tuhanku dan menjadi hamba yang bersyukur”. Itulah jawaban manusia termulia di muka bumi ini.

Dalam menerima tamu beliau juga tidak pilih-pilih atau tanpa pandang bulu, baik itu dari kalangan atas atau sebaliknya, beliau selalu menerima dan menghormati tamu yang datang kepada beliau dengan memperlakukan para tamu dengan baik dan bertutur kata dengan bahasa yang halus (boso/dengan krama inggil bahasa jawa).

Mbah Yahi QS wa RA pada awal-awal penciptaan Sholawat Wahidiyah, senantiasa prihatin. Beliau prihatin karena urusan-urusan penting yang sedang dihadapinya. Keprihatinan beliau bukanlah berkaitan dengan masalah khusus mengenai diri beliau, melainkan yang berhubungan dengan masyarakat jami’al alamin.

Hal lain mengenai beliau adalah setiap orang yang memandang beliau akan merasakan kesejukan yang merasuk ke dalam hati. Dan siapapun yang beliau pandang hatinya pasti bergetar.

c. Aktivitas Keorganisasian

Sebelum mentaklif Sholawat Wahidiyah beliau adalah adalah aktifis NU (Nahdatul Ulama) sebuah organisasi terbesar di Indonesia. Ketika usia remaja beliau aktif di Anshor dan di Kepanduan (sekarang Pramuka) milik NU. Beliau juga gemar berolah raga khususnya sepak bola. Jadi meskipun beliau telihat sangat pendiam dan nampak kurang pergaulan, tetapi kenyataannya beliau adalah seorang yang luwes dalam pergaulan. Keaktifannya di NU terus berlanjut meski beliau sudah menikah. Beliau pernah menjabat sebagai Pimpinan Syuriah NU kec. Mojoroto tahun 1948 dan Syuriah NU cabang Kodya Kediri. Namun setelah beliau mentaklif Sholawat Wahidiyah dan ajarannya tahun 1963 beliau tidak lagi aktif di organisasi tersebut.

Dalam memimpin organisasi beliau juga sangat bijaksana, pernah suatu saat diadakan rapat pimpinan di Bandar Lor, yang hadir ada lima orang dan salah satu di antaranya adalah Bapak Alwi Bandar Lor. Dalam rapat tersebut beliau mendawuhkan “Nopo sampun podo setuju?”(apa semua sudah setuju?) lalu para tamu mengatakan setuju kemudian diam, lalu beliau berkata “Terus kados pundi?” (Lalu bagaimana?) dan anehnya untuk tinggal mengetok atau mengakhiri sampai lama sekali , sehingga dapat disimpulkan bahwa beliau dalam memutuskan hasil musyawarah tidak langsung memvonis tetapi dengan menunggu pendapat dari anggota musyawarah.

IV. Peristiwa-Peristiwa Penting Pada Awal Penyiaran Sholawat Wahidiyah

Pada Tahun 1964, Mbah Yahi menyelenggarakan resepsi ULTAH sholawat Wahidiyah yang Pertama dan disebut EKAWARSA sekaligus khitanan Agus Abdul Hamid dan selapan harinya Ning Tutik Indiyah dengan mengundang Pembesar Ulama dari berbagai daerah di Jawa Timur, disamping keluarga dan kaum muslimin lainnya. Hadir sebagai tamu antara lain : KH. Abdul Wahab Hasbullah (Rois “Am Nahdhatul Ulama dan pengasuh Pesantren bahrul Ulum Tambak Beras Jombang), KH. Machrus Ali (Syuriah NU Wilayah Jatim dan Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri), KH. Abdul Karim Hasyim (putra pendiri NU dan pengasuh pesantren Tebu Ireng Jombang) dan KH. Hamim Djazuli (Gus Mik) (putra pendiri Ponpes Al Falah Ploso Mojo Kediri).

Kesempatan baik tersebut dipakai oleh Mbah Yahi untuk menyiarkan Sholawat Wahidiyah kepada segenap hadirin. “Permisi saya mempunyai amalan Sholawat Wahidiyah apakah panjenengan mau saya beri ijazah?” Kata Mbah Yahi dalam sambutannya. Spontan yang hadir menjawab “Kerso”(mau), diantara hadirin ada yang berdiri dan ada pula yang setengah berdiri. Saat itu pula Kyai Wahab Hasbullah spontan berdiri sambul mengacungkan tangannya dibarengi ucapan yang lantang. “Qobiltu awwalan, Qobiltu awwalan”(Saya terima duluan).

Sementara itu KH. Wahab Hasbullah dalam sambutannya antara lain mengatakan, “Hadirin….ilmu Gus Abdul Madjid dalam sekali, ibarat sumur begitu sedalam sepuluh meter, sedang saya hanya memiliki ukuran satu koma dua meter saja, Sholawatnya Gus Madjid ini akan saya amalkan”.

Setelah itu beliau semakin gencar dalam menyiarkan Sholawat Wahidiyah dan membentuk sebuah organisasi yang bernama “PUSAT PENYIARAN SHOLAWAT WAHIDIYAH” yang diketuai oleh bapak KH. Yassir dari Jamsaren Kediri.

Pernah pada suatu saat beberapa ulama utusan Partai NU cabang Kediri bersama-sama bersilahturahmi kepada beliau mohon penjelasan tentang Sholawat Wahidiyah beliaupun menjelaskan dengan jawaban yang singkat dan tepat. Beberapa pertanyaan yang diajukan diantaranya: “Sholawat Wahidiyah itu prinsipnya apa? Dasarnya apa dan menurut Qoul yang mana? Dengan tegas beliau menjawab. “Sholawat Wahidiyah itu susunan saya sendiri”. Para tamu kembali bertanya, “apa benar, Kyai mengatakan kalau orang yang membaca Sholawat Wahidiyah itu sama dengan ibadah setahun?” Di jawab oleh Mbah Yahi, “Oh, bukan begitu. Saya hanya mendapat alamat, kalau membaca Sholawat “Allohumma kamma Anta Ahluh…..” itu sama dengan ibadah setahun. Begitu itu, ya tidak saya jadikan hukum. Adalagi keterangan lain, “Orang membaca Sholawat badawi sekali sama dengan khatam dalil sepuluh kali”. Para tamu masih terus bertanya, “Apa benar Kyai, kalau tidak mengamalkan sholawat Wahidiyah itu tidak bisa makrifat?. Itukan menjelek-jelekkan thoriqoh, menafikkan thoriqoh?” Dengan tegas dan lugas beliau menjawab, “Bukan begitu, masalah jalannya makrifat itu banyak”. Setelah itu para tamu tidak bertanya-tanya lagi.

Suatu ketika Muallif juga memberikan penjelasan mengenai Sholawat Wahidiyah di Dk. Mayan desa Kranding kec. Mojo kab. Kediri di hadapan para Kyai se-kecamatan Mojo Selatan. Yang hadir pada saat itu antara lain KH. M. Djazuli Pengasuh Penpes Al Falah ploso. Dalam khutbah iftitahnya beliau Muallif Sholawat Wahidiyah mengucapkan : “Alhamdulillahi aataanaa bilwahidiyyati bifadli robbina”.

Sebelum Wahidiyah disebarkan secara umum. Beliau mengirimkan Sholawat Wahidiyah yang ditulis tangan oleh K. Muhaimin (Alm) santri Kedunglo, kepada para ulama Kediri dan sekitarnya disertai surat pengantar yang beliau tanda tangani sendiri. Sejauh itu tak satupun kyai yang dikirimi Sholawat mempersoalkan Sholawat Wahidiyah. “Semua doa sholawat itu baik”. Begitu komentar para kyai waktu itu.

Kalau pada akhirnya muncul pengontras-pengontras Wahidiyah, oleh Mbah Yahi pengontras itu justru dipandang sebagai kawan seperjuangan bukan sebagai lawan. Sebab dengan adanya pengontras tersebut mendorong pengamal jadi lebih giat dalam bermujahadah dan sesungguhnya para pengontras itu ikut menyiarkan Wahidiyah dengan cara dan gayanya sendiri-sendiri. Karena dengan adanya pengontras itu, orang yang semula belum tahu Wahidiyah menjadi tahu. Mereka juga ikut andil dalam perjuangan Fafirruu Ilalloh wa Rasulihi SAW.

V. Wasiat Muallif Sholawat Wahidiyah tanggal 7 dan 9 Mei 1986

Kurangnya keserasian kerja diantara lembaga yang didirikan oleh Muallif yaitu: Penyiar Sholawat Wahidiyah Pusat (PSW Pusat) dan Dewan Pertimbangan Perjuangan Wahidiyah (DPPW) yang ingin terus mencampuri urusan teknis operasional PSW Pusat, sehingga muncul berbagai masalah antara DPPW dan PSW Pusat. Sementara itu di Pondok Kedunglo juga muncul permasalahan-permasalahan yang melibatkan sebagian keluarga.

Dengan arif dan bijaksana Muallif Sholawat Wahidiyah RA membentuk suatu Team yang disebut “Team 3”, yang terdiri dari K. Ihsan Mahin, K Moh. Jazuli Yusuf dan H. Moh. Syifa. Team 3 ditugasi langsung oleh Muallif RA untuk mencari penyelesaian berbagai kasus dan permasalahan yang terjadi baik di lingkungan PSW Pusat dan DPPW maupun yang berhubungan dengan Pondok Kedunglo.

Ditunjuk Drs. Syamsul Huda sebagai Pejabat sementara wakil ketua PSW Pusat menggantikan K. Moh. Jazuli Yusuf.

Pada tanggal 7 Mei 1986 Muallif Sholawat Wahidiyah RA memberikan “wasiat” kepada Team 3 yang sowan (datang) melaporkan hasil-hasil kerjanya dan mohon petunjuk lebih lanjut. Ikut hadir mendengarkan Moh. Ruhan Sanusi, Ketua PSW Pusat waktu itu.

Tanggal 9 Mei 1986 Muallif Sholawat Wahidiyah RA menyampaikan wasiat tersebut diatas yang dihadiri ± 115 hadirin-hadirot dari pengurus PSW Pusat serta para anggota DPPW dan sebagian Pengurus PSW Kab/Ko serta pengamal Wahidiayh yang ada kaitannya dengan berbagai masalah. Mereka hadir atas undangan Team 3 dalam rangka persidangan menyelesaikan masalah yang terjadi pada waktu itu. Wasiat tersebut intinya adalah :

1. Pondok Kedunglo adalah Hak Waris.

2. SMP dan SMA Wahidiyah, di-ijinkan asal tidak mengganggu kehidupan pondok dan masjid Kedunglo dan tidak mengganggu perjuangan Wahidiyah.

3. Soal Wahidiyah: Wahidiyah adalah seperti perjuangan Islam pada umumnya, bukan hak waris. Para Penyiar Sholawat Wahidiyah dan para Pengamal Wahidiyah adalah “wakil saya”(wakil beliau Muallif Sholawat Wahidiyah RA) “Al Wakil Atsiirul-Muwakkil”, “Muwakkil kuasa penuh”.

“Segala perbuatan dan perkataan, maupun apa saja, yang merugikan perjuangan terutama, yang menjadikan fitnah, ini supaya dibuang sama sekali!”

Menunjuk A.F. Baderi supaya duduk menjadi wakil ketua II, sehingga pimpinan PSW Pusat menjadi 3 (tiga orang, yaitu: Moh. Ruhan Sanusi, K. Moh. Jazuli Yusuf, dan A.F. Baderi. Menunjuk Drs. Imam Mahrus menjadi sekretaris I PSW Pusat dan Agus Imam Yahya Malik sebagai sekretaris II. (Ket: untuk lebih lengkapnya pembaca dapat mendengarkan kaset wasiat tersebut).

VI. Wafatnya Beliau Muallif Sholawat Wahidiyah RA

Romo Yahi kurang sehat, beliau gerah (sakit), dan kabar itu segera menyebar keseluruh peserta resepsi Mujahadah Kubro di bulan Rojab tahun 1989. kontan saja resepsi Mujahadah Kubro dalam rangka memperingati peristiwa Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad SAW menjadi lain dari biasanya. Suasana syahdu terasa sangat melingkupi hari-hari Mujahadah Kubro. Apalagi pada malam pertama, kedua dan ketiga Mbah Yahi tidak mios (tidak hadir secara langsung ketempat acara) untuk menyampaikan fatwa dan amanat.

Pada malam terakhir, sebenarnya beliau sudah melimpahkan pengisian fatwa dan amanat kepada orang lain. Tetapi hadirin para pengamal Sholawat Wahidiyah sangat merindukan beliau hadir ditengah-tengah peserta untuk mendengarkan langsung fatwa terakhir beliau. kemudian wakil dari peserta menyampaikan kepada Mbah Yahi akan kerinduan dan kecintaan para pengamal kepada Mbah Yahi. Akhirnya beliau berkenan menyampaikan fatwa dan amanat terakhirnya.

Syukur alhamdulillah, karena kasih sayang Mbah Yahi kepada para pengamal, beliau berkenan menyampaikan fatwa terakhir di malam terakhir pelaksanaan mujahadah kubro meski dari kamar dalem tengah. Pada kesempatan tersebut beliau meng-ijasahkan Sholawat Wahidiyah kepada seluruh hadirin untuk diamalkan dan disiarkan dengan kalimat, “ajaztukum bihadzihis sholawatil wahidiyyati fil amali wan nasyri”.

Setelah itu kondisi kesehatan beliau semakin menurun, walau demikian beliau masih juga berkenan mengisi pengajian Minggu pada dari dalem.

Begitulah beliau Mbah Yahi QS wa RA, di saat-saat akhir hayatnya beliau masih membimbing dan mentarbiyah pengikutnya.

Pada hari Selasa Wage tanggal 7 Maret 1989 atau 19 Rojab 1409 jam 10.30 WIB, beliau dipanggil menghadap sang Kholik Allah SWT. (Ditulis dari berbagai sumber)

sumber : http://wahidiyah.wordpress.com/

SHOLAWAT WAHIDIYAH




SHOLAWAT WAHIDIYAH BERFAEDAH MENJERNIHKAN HATI DAN
MA'RIFAT BILLAH wa ROSUULIHI SAW.





ILAA HADLROTI SAYYIDINAA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU'ALAIHI WASSALAM, ALFAATIHAH ! (membaca Surat Fatihah 7x)
Di hadiyahkan ke haribaan Junjungan kami Kanjeng Nabi Besar Muhammad Shollallohu ‘alaihi Wasallam. Al-Fatihah

WA ILAA HADLROTI GHOUTSI HAADAZ-ZAMAN WAA'AWAANIHI WASAAAIRI AULIYAAILLAAHI RODLIYALLOOHU TA'AALA ‘ANHUM ALFAATIHAH ! (membaca Surat Fatihah 7x)
Dan di hadiyahkan ke pangkuan Ghoutsi Hadhazzaman, Para Pembantu Beliau dan segenap Kekasih ALLOH, Rodiyallohu ta’alaa Anhum. Al-Fatihah



ALLOOHUMMA YAA WAAHIDU YAA AHAD, YAA WAAJIDU YAA JAWAAD, SHOLLI WASALLIM WABAARIK ‘ALAASAYYIDINAA MUHAMMADIW-WA'ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD. FII KULLI LAMHATIW WA NAFASIM BI'ADADI MA'LUMAATILLAAHI, WA FUYU DHOTIHI WA AMDAADIH. .......(100X)
Yaa Alloh, Yaa Tuhan Maha Esa, Yaa Tuhan Maha Satu, Yaa Tuhan Maha Menemukan, Yaa Tuhan Maha Pelimpah, limpahkanlah sholawat salam barokah atas junjungan kami Kanjeng Nabi Muhammad dan atas keluarga Kanjeng Nabi Muhammad pada setiap kedipnya mata dan naik turunnya napas sebanyak bilangan segala yang Alloh Maha Mengetahui dan sebanyak kelimpahan pemberian dan kelestarian pemeliharaan Alloh.



ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH; SHOLLI WASALLIM WABAARIK ‘ALAASAYYIDINAA WAMAULAANAA,WASYAFII'INAA,WAHABIIBINAA,WAQURROTI A'YUNINAA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU'ALAIHI WASALLAMA KAMAA HUWA AHLUH; NAS-ALUKALLOOHUMMA BIHAQQIHI AN TUGHRIQONAA FII LUJJATI BAHRIL WAHDAH; HATTAA LAA NAROO WALAA NASMA'A, WALAA NAJIDA WALAA NUHISSA, WALAA NATAHARROKA WALAA NASKUNA ILLAA BIHAA; WATARZUQONAA TAMAAMA MAGHFIROTIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA NI'MATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA MA'RIFATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA MAHABBATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA RIDLWANIKA YAA ALLOH; WASHOLLI WASALLIM WABAARIK ‘ALAIHI WA'ALAA AALIHI WASHOHBIH. ‘ADADAMAA AHAATHOBIHII ‘ILMUKA WAAHSHOOHU KITAABUK; BIROHMATIKA YAA ARHAMAR-ROOHIMIIN, WALHAMDU LILLAAHI ROBBIL'AALAMIIN............. (7X)
Yaa Alloh, sebagaimana keahlian ada pada-MU, limpahkanlah sholawat salam barokah atas Junjungan kami, Pemimpin kami, Pemberi Syafa’at kami, Kecintaan kami, dan Buah jantung hati kami Kamjeng Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi WaSallam yang sepadan dengan keahlian Beliau, kami bermohon kepada-MU Yaa Alloh, dengan hak kemuliaan Beliau, tenggelamkanlah kami didalam pusat dasar samudra ke-Esaan-MU sedemikian rupa sehingga tiada kami melihat dan mendengar, tiada kami menemukan dan merasa, dan tiada kami bergerak maupun berdiam, melainkan senantiasa merasa didalam samudra Tauhid-MU dan kami bermohon kepada-MU Yaa Alloh, limpahilah kami ampunan-MU yang sempurna Yaa Alloh, ni’mat karunia-MU yang sempurna Yaa Alloh, sadar ma’rifat kepada-MU yang sempurna Yaa Alloh, cinta kepad-MU dan menjadi kecintaan-MU yang sempurna Yaa Alloh, ridho kepada-MU dan memperoleh ridho-MU pula yang sempurna Yaa Alloh. Dan sekali lagi Yaa Alloh, limpahkanlah sholawat salan dn barokah atas Beliau Kanjeng Nabi dan atas keluarga dan sahabat Beliau sebanyak bilangan segala yang diliputi oleh Ilmu-MU dan termuat di dalam Kitab-MU, dengan Rahmat-MU Yaa Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan segala puji bagi Alloh Tuhan seru sekalian alam.



YAA SYAFI'AL-KHOLQISH-SHOLAATU WASSALAAM " ‘ALAIKA NUUROL KHOLQI HAADIYAL ANAAM
WA ASHLAHUU WA RUUHAHU ADRIKNII " FAQODH DHOLAMTU ABADAW-WAROBBINII
WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA " FA-IN TARUDDA KUNTU SYAKHSON HAALIKAA .......(3x)
Duhai Kanjeng Nabi pemberi Syafa’at makhluq Kepangkuan-MU sholawat dan salam kusanjungkan ¨ Duhai Nur cahaya makhluq , pembimbing manusia ¨ Duhai unsur dan jiwa makhluq,bimbing dan didiklah diriku ¨ Maka sungguh aku manusia yang dholim selalu ¨ tiada arti diriku tanpa engkau Duhai Yaa Sayyidii ¨ jika engkau hindari aku (akibat keterlaluan berlarut-larutku), pastilah ‘ku ‘kan hancur binasa.



YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !....... (7x)
Duhai Pemimpinku, Duhai Utusan Alloh



YAA AYYUHAL-GHOUTSU SALAAMULLOOH " ‘ALAIKA ROBBINII BI-IDZNILLAAH
WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINADHROH " MUUSHILATIL-LIL-HADLROTIL'ALIYYAH....... (3x)
Duhai Ghoutsu Hadhaz Zaman, kepangkuan-MU salam Alloh kuhaturkan ¨ Bimbing dan didiklah diriku dengan izin Alloh ¨ dan arahkan pancaran sinar Nadroh-MU kepadaku Duhai Yaa Sayyidii ¨ radiasi batin yang mewusulkan aku sadar kehadirat Maha Luhur Tuhanku

YAA SYAAFI'AL-KHOLQI HABIIBALLOOHI " SHOLAATUHUU'ALAIKA MA'SALAAMIHII,
DHOLLAT WA DHOLLAT HIILATII FII BALDATII " KHUDZ BIYADII YAA SAYYIDII WAL UMMATII ....... (3x)



YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !....... (7x)
Duhai Pemimpinku, Duhai Utusan Alloh


YAA ROBBANALLOOHUMMA SHOLLI SALLIMI " ‘ALAA MUHAMMADIN SYAFII'IL UMAMI,
WAL-AALI WAJ-‘ALIL ANAAMA MUSRI'IIN " BIL-WAAHIDIYYATI LIROBBIL-‘AALAMIIN
YAA ROBBANAGH-FIR YASSAIR IFTAH WAHDINAA " QORRIB WA-ALLIF BAINANAA YAA ROBBANAA....... (3x)
Yaa Tuhan kami Yaa Alloh, limpahkanlah Sholawat dan Salam ¨ atas Kanjeng Nabi Muhammad pemberi Syafa’at ummat ¨ dan atas keluarga Beliau, dan jadikanlah ummat manusia cepat-cepat lari, ¨ lari kembali mengabdikan diri dan sadar kepada Tuhan Semesta alam, ¨ Yaa Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, permudahkanlah segala urusan kami, bukalah hati dan jalan kami, dan tunjukilah kami ¨ , pereratlah persaudaraan dan persatuan diantara kami, Yaa Tuhan kami.


ALLOOHUMMA BAARIK FIIMAA KHOLAQTA WAHAADZIHIL BALDAH YAA ALLOH, WA FII HAADZIHIL MUJAAHADAH YAA ALLOH !....... (7X)
Yaa Alloh limpahkanlah berkah didalam segala makhluq yang engkau ciptakan, dan didalam negri ini Yaa Alloh, dan didalam mujahadah ini Yaa Alloh


I S T I G H R O O Q ! ( Diam tidak membaca apa-apa, segenap perhatian lahir bathin, fikiran dan perasaan dipusatkan hanya kepada ALLOH! Tidak ada acara selain ALLOH ) ALFAATIHAH ! (1X) Kemudian berdo'a seperti di bawah ini


BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM,

( ALLOOHUMMA BIHAQQISMIKAL A'DHOM WABIJAAHI SAYYIDINAA MUHAMMADIN SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WASALLAM WABIBARAKATI GHOUTSI HADZAZ-ZAMAAN WA A'WAANIHI WA SAAIRI AULIYAAIKA YAA ALLOH, YAA ALLOH, YAA ALLOH, RODLIYALLOOHU TA'AALA'ANHUM 3X )
Dengan Nama Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang( Yaa Alloh, dengan hak kebesaran Asma-MU, dan dengan kemuliaan serta keagungan Kanjeng Nabi Mahammad Sollallohu ‘Alaihi WaSallam, dan dengan Barokahnya Ghoutsu Hadhaz Zaman wa A’wanihi serta segenap Auliya’ Kekasih-MU Yaa Alloh, Yaa Alloh Rodiyallohu Ta’ala Anhum

( BALLIGH JAMII'AL ‘ALAMIIN NIDAA-ANAA HAADZAA WAJ'AL FIIHI TAKTSIIROM-BALIIGHOO 3X )
Sampaikanlah seruan kami ini kepada jami’al Alamin dan letakkanlah kesan yang sangat mendalam


( FAINNAKA ‘ALAA KULLI SYAI-INGQODIIR WABIL IJABATI JADIIR 3X )
Maka sesungguhnya engkau Maha Kuasa berbuat segala sesuatu dan Maha Ahli memberi ijabah

FAFIRRUU ILALLOOH ! .......(7X) = Larilah kembali kepada Alloh !


WAQUL JAA-ALHAQQUWAZAHAQOL BAATHIL INNAL BAATHILA KAANA ZAHUUQOO !....... (3X)
Dan katakanlah (wahai Muhammad) perkara yang hak telah datang dan musnahlah perkara yang batal, sesungguhnya perkara yang batal itu pasti musnah.Al-Fatihah ( membaca surat Al-Fatihah satu kali )

FAFIRRUU ILALLOH dan WAQUL JAA-ALHAQQU… dibaca bersama-sama imam dan ma'mum. Maknanya : Larilah kembali kepada Alloh ! Dan semoga akhlaq=akhlaq batal yang rusak dan merusakkan segera diganti oleh Alloh dengan akhlaq yang baik dan yang menguntungkan! Kedua ajakan tersebut ditujukan kepada segenap masyarakat manusia dan jin seluruh dunia, terutama ditujukan kepada pribadi si pembaca sendiri!

A L F A A T I H A H (1X) S e l e s a i