PERBEDAAN DAN PERSAMAAN
Sampai sa’at ini masih terjadi perbedaan antara para ulama dalam memberi penafsiran tentang makna sunnah dan bid’ah.masing masing mendakwakan diri dan bersumber dari al-qur’an dan al-hadits.Tujuan mereka sama,agar setiap muslim dalam beribadah kpd Alloh wa Rosulihi Saw tidak tercampuri dengan prinsip yang bertentangan dengan kaidah islam.
Perbedaan mestimya sesuatu yang wajar dalam kehidupan,namun sangat disayangkan,perbedaan tsb kadang di tunggangi ego individual atau ego kolektif,hingga berubah menjadi perselisihan,dan kemudian menimbulkan ketegangan antara suatu paham dgn paham lainya,baik internal atau external.bahkan yg sangat ironis lagi,antara kita -karna dorongan ego- terdapat orang yg mengklaim bahwa sunah rasul adalah paham atau ajaran yang sesuai dengan pemahaman dan pemikiranya,cepat cepat dituduh telah bersebrangan dan menyimpang dari sunah Rasul,padahal baru bersebrangan dgn pendapat atau pemikiranya.
1.Kelompok pertama mengatakan ;amalan apa saja yg secara lahiriyah tidak pernah di contohkan oleh Rosululloh Saw,merupakan amalan yang tidak boleh dilakukan.menurut kelompok ini islam secara lahiriyah dan batiniah telah sempurna,dan karenanya tidak perlu lagi ada tambahan,pendapat ini disandarkan firman Alloh Swt,Qs al-maidah;3 “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu semua agamamu ,dan telah Aku lengkapkan kepadamu nikmat-Ku,dan telah Aku ridloi untuk kamu Islam sebagai Agama’’
Diriwayatkan dari’Aisyah Ra,Rasululloh Saw bersabda; “barang siapa yg mengadakan hal baru,yang tidak ada dalam agama kita ini maka amalan itu tertolak”
Dengan demikian,untuk mendekatkan diri kpd Alloh dengan amalan lahiriyah, muslim sudah mencukupkan diri dengan amalan shalat,puasa,zakata,zakat,haji,dzikir maktsur serta amal shaleh yang telah dicontohkan oleh Rasululloh Saw.Amalan yang secara lahiriyahtidak ada pada zaman Rasululloh Saw (sunnah),merupakan amalan baru atau (bid’ah)yang tidak perlu diikuti dan bahkan harus diberantas.
Ulama pertama ini ,kepada para pengamal amalan yang tidak sejalan dengan kesimpulan kelompoknya,dinilainya sebagai pelaku bid’ah,syirik dan khurafat dan yang perlu diberantas dan di hancurkan.
2.Sedangkan ulama kelompok ke dua mengatakan;memang benar islam telah sempurna dan tidak perlu lagi memerlukan tambahan.Dalam beberapa hadits Rasululloh Saw dijelaskan,bahwa Al-Qur’an dan sunah Rasul merupakan pedoman pokok dan tidak perlu ada tambahan lagi didalamnya. Sedangkan hukum islam sebagai pegangan hidup yang dibangun oleh Rasululloh Saw dan yang mulai berlaku pada zaman itu ,zaman para sahabatnya,dan sampai akhir zaman,sudah tentu bersifat ringkas,padat dan makna dan menyangkut sgala spek kehidupan.oleh karenanya sebagai hokum pokok,Al-Qur’an dan hadits masih memerlukan penjelasan dan penjabaran.Penjabaran dan ulasan tersebut,dapat berbentuk ulasan ilmiyah(yang tertuang dalam kitab/buku),system pengaturan dan pemilihan ilmu serta pendidikan(pembagian pasal/bab dalam penulisan hadits Rasul,dan pemilihan dan pembagian ilmu serta jenjeng pendidikan),rangkaian do’a atau amalan yang yang disusun oleh para ulama sufi(khizb/ratib,system ataupun tariqat).
Dan kami dari Yayasan Perjuangan Wahidiyah Pusat dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-munadzdzarah memilih mengikuti ulama kelompok ke dua.Sebagai pijakan dasar hukum yang kami pegangi antara lain;
Rasululloh Saw bersabda; “Aku berwasiat kepadamu semua dengan taqwalah serta mendengarkan dan menta’ati(perintah)walaupun sekiranya pemimpin atas kamu semua seorang hamba habasyi(sahaya).Dan sesungguhnya diantara kamu semua yang hidup (pada masa itu),maka akan melihat banyak perbedaan.Wajib bagi kamu semua dengan sunnah-Ku dan sunnah para khalifah(Allah) yang memeahami agama dan mendapat petunjuk Alloh,gigitlah sunnah tersebut dengan gigi gerahammu.takutlah kamu semua dengan perkara yang baru.sesungguhnya semua bid’ah(perkara yang baru )itu sesat.
Penjelasan hadits diatas bukan berarti adanya dua sunnah(sunnah Rasul dan sunnah khulafaur rasyidin)yang mana stu sama lainya saling menandingi.akan tetapi hanya satu sunnah,yakni Sunnah Rasululloh Saw.sunnah Rasul sebagai pokok dan inti sunnah,sedangkan sunnah para khulafaur rasyidin sebagai sunnah penjelasan dan penjabaran dari sunah pokok.
Dengan bersandar pemahaman yang demikian ini hadits diatas,maka dapat dipahami bahwa arti Muhdatsah al-umur=amalan baru adalah’’Sesuatu yang tidak ada pedoman dalam syari’at dan tidak ada dasar yang menguatkanya” dan yang diamaksud dengan “kebenaran”(al-haq)” adalah ‘’kebenaran ialah suatu yang didapat dari al-qur’an baik secara ketentuan langsung(nash-tersurat)atau ketentuan dari hasil penggalian hokum yang ada dialam nash(istinbat).
Sunnah (yang memeiliki arti berhadapan dengan bid’ah),para ulama membaginya kedalam dua bagian;sunnah mujmali(pokok) dan sunah tafshili(rincian/penjabaran).Kebenaran,kebaikan ddan kesempurnaan sunnah yang bersifat mujmali adalah mutlak. Sedangkan sunnah tafshili ,didalamnya terdapat sunnah yang baik dan sunnah yang buruk. Sunnah tafshili dapat dikatakan benar dan baik, jika ruhnya(inti sunnah)sesuai dengan makna dan inti sunnah mujmali(sunnah pokok)serta dapat mengutkan dan mendukung pelaksanaan ruh sunnah mujmali. Dan dikatakan sunnah yang buruk(bid’ah/sesat),jika tidak sesuai dengan makna dan tujuan sunnah mujmali/sunnah pokok.
HR.IMAM MUSLIM Ra. Rasululloh Saw bersabda; “siapa saja yang membuat sunnah dalam islam ,dengan sunnah yang baik,maka baginya pahala dan pahala dari orang yang mengamalkan sunnah tersebut dengan tanpa menguraangi pahala dari pengamalnya sedikitpun.dan barang siapa yang membuat sunnah dalam islam,dengan sunnah yang buruk,maka baginya dosa,dan dosa dari orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya dengan tanpa mengurangi dosa dari pengamalnya sedikitpun.
Hadits riwayat imam muslim ini ,Rasululloh Saw mengisyaratkan perlu adanya sunnah penjelasan atau penjabar an dari sunnah Rasul dan sunnah khulafsur rasyidin. Sunnah kedua (khulafaur rasyidin) atau sunnah ke tiga(sunnah ulama,penjabaran lanjutan dari sunnah ke dua) hanya boleh dilakukan oleh ulama yg memiliki kemampuan menjabarkan sunnah pokok/sunnah Rasul.bagi orang yang tidak memenuhi persyaratan,tidak diizinkan mengulas atau menjabarkan sunnah Rasul atau sunnah khulafaur rasyidin.
Imam Syafi’I Ra. Membagi amalan baru(bid’ah) kedalam dua bagian ;
1. amalan baru yang terpuji(bid’ah mahmudah),adalah amalan baru yang sesuai dengan makna dan tujuan sunnah pokok.
2. amalan baru yang tercela (bid’ah madzmummah),adalah amalan baru yang menyalahi makna dan tujuan sunnah pokok.
Secara umum dalam syari’at islam, kata “sunnah” memiliki beberapa arti;
a. Menurut ulama fiqih ,sunnah adalah salah satu hokum dari hokum pokok dalam islam(wajib,haram,sunnah,makruh dan mubah).
b. ~Menurut ulama hadis,sunnah adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw baik ucapan,perbuatan,persetujuan/akhlaq dan sirah(sejarah hidup)
c. ~ Menurut ulama sufi arti sunnah disepadankan dengan kata thariqah (tuntunan/bimbingan/jalan hidup/way of life) yang pondasinya telah diletakkan dan dicontohkan oleh Rasululloh Saw.
d. ~ Menurut ulama ushul Fiqih ,sunnah adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw,baik ucapan,perbuatan,persetujuan/sifat. Sunnah dalam arti ini merupakan salah satu sumber dalam hukum islam. Dan arti sunnah semacam inilah yang berlawanan dengan arti bid’ah.
~Makna yang sederhana dari kata sunnah yang berlawanan dengan “bid’ah” adalah ;
Thariqah(jalan) yang diridloi Alloh,walaupun kebaikanya tidak terdapat dalam nash(secara langsung/tersurat),akan tetapi melalui penggalian makna dari nash(istinbath).
Dapat dikatakan thariqoh,system atau ulasan yang baik dan benar,jika sessuai dan sejalan dengan makna dan tujuan sunnah/thariqah pokok, dan dikatakan thariqah yang buruk dan menyesatkan, jika menyimpang dari makna dan tujuan sunnah pokok.
Metode,amalan,kurikulum,tariqat,system,bimbingan atau istilah lain yang sepadan apa saja tidak dapat dikatakan bid’ah ,atau tandingan terhadap sunnah pokok, selama memiliki dasar pijakan dari sunnah pokok(al-qur’an dan al-hadits), serta dapat menguatkan pelaksanaan dan tujuan sunnah Rasul.
Makna sunnah dapat juga diartikan dengan thariqah. Artinya,metode pembelajaran,kurikulum (baik berbentuk sebagai uraian ilmiyah,system pendidikan,atau amalan seperti wirid dan kurikulum pendidikan dalam ajaran tasawuf dan thariqat). Para ulama yang ahli dalam bidangnya mengulas dan menjabarkan sunnah Rasul ada yang menjabarkan dalam bidang syariah(Imam
Hanafi,Maliki,Syafi’I,hambali dll). Ada yang menjabarkan dalam bidang aqidah(Imam Abul Hasan al-Asy’ari,Abu Mansyur al-Maturidi,al-Baqilani dll) Ada yang menjabarkan dalam bidang ahlak tasawuf (Imam Hasan al-Bashri,Sa’id ibnul Musayyab, Imam Ja’far Shadiq,Syeh Junaid al-Bagdaadi,Imam Abu Hamid,al-Ghozali dll) ada yang menjabarkan dalam bidang tafsir Al-Qur’an (Imam Ibnu Katsir,al-Qurthubi,At-Thobari,Imam Ahmad As-Shawi,Imam Jaluddin as-Suyuthi dll)dan ada yang menjabarkan hadits yang telah terbukukan (Imam Ibnu Hajar al-Asqalaani,Imam al-Qusthalaani,Imam Nawaawi,Imam Suyuuthi dll), dan ada yang membangun system perjuangan dan dakwah,dan ada yang menjabarkan bidang lainya.
Dalam kitab dalil Al-Falihin juz I, pada bab “larangan mengikuti bid’ah” member penjelasan hadits riwayat diatas ,membagi bid’ah kedalam 5 bagian:
a. 1., Bid’ah yang wajib: membukukan Al-Qur’an pada zaman sahabat Umar Ibn Khatthab Ra,membukukan hadits Nabi Saw pada zaman khalifah Umar Ibn Abdul Aziz(w.107 H).
b. 2. Bid’ah yang haram: yaitu bid’ah yang bertentangan dengan pedoman dari syariah.
c. 3. Bid’ah yang sunnah : yaitu setiap kebaikan yang belom pernah terjadi pada masa periode awal islam. Misalnya, membangun taman pendidikan,dan membicarakan laddzatnya rahasia ilmu tasawuf(sesama ahlinya).
d. 4.. Bid’ah yang mubah : menambah rasa lezat makanan,menghias bangunan masjid,rumah dll.
.
e. 5.Bid’ah yang makruh.
Dan dalam kitab manhal al-Lathiif tulisan syeh Muhammad Ibn ‘Alwi al-Hasani, pasal 1 dalam bab “sunnah”, menjelaskan arti sunnah sebagai berikut: “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw atau sahabatnya,baik dalam ucapan ,perbuatan,ketetapan dan sifat”.
Dengan demikian kita sebagai muslim,dalam memandang baik atau buruknya suatu amalan bukan didasari dari analisa sepihak secara individual,apalagi didasari oleh kecemburuan social. Dalam memandang sesuatu yang baru dalam islam,haruslah merujuk pada kaidah Al-Qur’an dan Al-Hadits serta qaul ulama(seperti Imam Syafi’I,Imam Hanafi,Imam Shawi al-Qurthubi,Ibnul Qiyyim al-Jauziyah,Imam Ja’far Shadiq,Syeh Junaid,Imam Al- Ghazali,Imam Syadali,Syeh Ibnu Athaillah as-Sakandari dll)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar