oleh Wahidiyah pada 10 Januari 2011 jam 21:43
”Dan sebagian di antara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Allah dan hari akhir, sedangkan mereka sebenarnya tiada beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman. Padahal mereka tiada menipu kecuali menipu pada mereka sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. Al Baqarah: 8-9).Jumlah ayat tentang orang-orang berian kurang lebih empat ayat, yaitu mulai ayat 2 hingga ayat 5. Uraian mengenai orang beriman tersebut tergolong banyak karena untuk memberikan penerangan kepada manusia, khususnya kepada mereka yang mengimani Al Qur’an tentang bagaimana agar seseorang menjadi mukmin yang sejati.
Selanjutnya Allah SWT memberikan uraian mengenai orang kafir jalli (Kafir yang terang-terangan) secara singkat. Uraian tersebut hanya dua ayat, yaitu ayat 6 dan 7. Hal ini karena kaum kafir sangat jelas karakter dan wataknya. Mereka sedemikian mudah dikenal sehingga cukup dengan uraian yang singkat saja. Tanpa banyak penyelidikan, kita bisa melihat bahwa orang-orang semacam Abu Jahal atau Abu Lahab adalah kafir. Karena mereka secara terang-terangan menyatakan kekafiran mereka.
Selanjutnya, kita akan memasuki pembahasan keterangan Allah mengenai orang munafik. Yaitu mereka yang pada dasarnya kafir namun menampakkan diri sebagai orang beriman. Ayat mengenai orang munafik ini cukup banyak. Yaitu berjumlah 13 ayat yang membentang mulai ayat 8 hingga 20 dari
Uraian mengenai kaum munafik sedemikian banyak. Hal ini karena beberapa sebab.
Yang Pertama, adalah bahwa dosa munafik adalah dosa yang sangat besar. Bahkan lebih besar dari dosa kafir yang terang-terangan. Hal ini karena dalam Al Qur’an kaum munafik diancam dengan neraka lapisan terbawah. Sementara kaum kafir biasa tidak masuk ke dalam lapisan paling bawah. Namun di atas lapisan kaum munafik. Karena itulah Allah menjelaskan keberadaan kaum munafik ini secara terperinci agar manusia tidak jatuh ke dalam jurang kemunafikan.
Yang kedua, adalah bahwa sifat-sifat munafik tersebut sangat samar. Karena samarnya tersebut, Rasulullah SAW menjelaskan, bahwa bisa jadi seseorang itu melakukan shalat, berpuasa dan bahkan menyangka dirinya seorang muslim. Namun dalam pandangan Allah, ternyata ia seorang munafik. Karena itulah, mengenal hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi munafik sangatlah penting agar seseorang terjaga dari sifat munafik tersebut.
Ketiga, kerusakan yang di timbulkan oleh kemunafikan ini sangatlah besar. Bahkan jauh lebih besar dari mereka yang kafir secara terang-terangan. Pada masa Rasulullah SAW, kaum munafik nyaris bisa menimbulkan perang saudara sesama mukmin akibat adu domba mereka. Hanya karena pertolongan Allah-lah kaum muslimin saat itu selamat dari perang saudara.
Upaya kaum munafik ini terus berlangsung. Namun pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, upaya mereka terhalang. Pada masa Khalifah Utsman, kaum munafik yang dipelopori oleh Abdullah bin Saba’ berhasil membuat kekacauan yang berakibat terbunuhnya Khalifah Utsman. Pada masa Khalifah Ali, kaum munafik menimbulkan perang Jamal yang merenggut nyawa puluhan ribu kaum muslimin. Bukan hanya itu, kaum munafik juga telah membidani lahirnya berbagai aliran sesat dalam Islam. Upaya kaum munafik yang besar di abad XX adalah runtuhnya Kekhalifahan Islam Turki Utsmani. Setelah persenjataan tidak mampu menghancurkan Khilafah Islam, mereka menyusup orang-orang munafik yang melakukan pembusukan yang mengakibatkan runtuhnya Khilafah Islam.
Pada ayat di atas, Allah memberitahukan bahwa ada manusia yang menyatakan bahwa mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Padahal sebenaranya tiada sebiji atom pun iman dalam hati mereka.
Ayat diatas menyiratkan beberapa hal,
Pertama, adalah bahwa keimanan dalam pandangan Allah tidak cukup dengan ucapan lisan. Namun harus bermula dari keyakinan di dalam hati, yang kemudian diucapkan dengan lisan. Walaupun demikian, setiap orang yang sudah mengikrarkan keimanan, harus diperlakukan sebagai orang Islam. Walaupun mungkin dia adalah seorang munafik.
Kedua, adalah bahwa keyakinan kepada Allah dan hari akhir itupun tidak cukup untuk menjadikan seseorang menjadi mukmin. Namun harus disertai dengan beriman kepada Rasulullah SAW serta seluruh cabang-cabang keimanan yang lain. Hal ini perlu disampaikan karena pada umumnya mereka yang munafik adalah kaum Yahudi. Mereka beranggapan bahwa walaupun mereka Yahudi namun mereka mukmin, karena mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Padahal itu tidaklah cukup. Mereka harus juga beriman kepada Rasulullah SAW serta semua yang beliau sampaikan. Rasulullah SAW bersabda,
”Andaikan Musa dan Isa hidup, maka tiada keleluasaan bagi keduanya kecuali mengikuti.” (HR. Ahmad).
Ketiga, adalah bahwa salah satu watak orang munafik adalah suka berbicara dan menjelaskan bahwa ia adalah orang beriman. Mereka melakukan hal ini adalah untuk mencari kedudukan di hadapan manusia. Walaupun sebenarnya mereka memiliki misi dan tujuan tersembunyi untuk menghancurkan Islam. Atau juga bisa jadi mereka melakukan semua itu karena mereka merasa sebagai orang beriman dan mempunyai maqam yang tinggi. Padahal, sikap mukmin yang sejati adalah selalu merendah dan merasa dhalim. Sebagaimana Nabi Yunus yang berdoa,
”Tiada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau yaa Allah. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dhalim.”
Rasulullah SAW juga bersabda,”Yaa Allah! Ampunilah aku, terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha menerima taubat serta Maha Menyayangi.”
Pada ayat 9, Allah menjelaskan bahwa kaum munafik melakukan semua itu karena mereka merasa bahwa Allah itu bisa mereka tipu dan mereka perdayai. Mereka tidak menyadari bahwa Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu. Kaum munafik beranggapan bahwa dengan cara itu mereka bisa menipu orang-orang beriman. Padahal sebenarnya orang beriman dapat mengetahui kalau mereka itu munafik karena sifat-sifat mereka yang mudah dikenali. Yang dimaksud orang beriman disini adalah mereka yang beriman secara sempurna. Dengan pandangan spiritual yang tajam, para pemilik keimanan tersebut dapat mengenali kemunafikan pada seseorang.
Justru dalam keterangan ayat di atas, kita dapat melihat bahwa mereka sebenarnya tertipu oleh perilaku mereka sendiri. Mereka beranggapan bahwa mereka akan mendapat sesuatu yang berharga dari kemunafikkan mereka. Padahal sebenarnya, kesulitan dan adzab Allah yang pedih menanti mereka. Dan adzab Allah kepada mereka pun bukan sekedar adzab. Namun adzab yang terpedih dari siksa yang di timpakan kepada makhluk Allah yang ada. Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar